Yogyakarta (Penabali.com) – Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS) mendesak Kementerian Perhubungan untuk mengkaji dengan matang rencana pembangunan bandara baru di Bali Utara.
“Pemerintah harus belajar dari pengalaman dan kegagalan yang terjadi di Bandara Kertajati dan Purbalingga,” ujar Direktur Eksekutif PUKIS M. Gibran Sesunan, dalam siaran pers di Yogyakarta, Selasa (26/7/2022).
Bandara Kertajati dan Purbalingga sejauh ini cenderung gagal memberikan manfaat bagi negara, daerah, dan masyarakat.
“Pemerintah harus terlebih dulu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rencana pembangunan bandara-bandara baru, termasuk Bandara Bali Utara, agar kejadian seperti di Kertajati dan Purbalingga tidak terulang,” desak Gibran.
Lebih lanjut, terdapat empat catatan yang diberikan PUKIS terhadap rencana pembangunan Bandara Bali Utara. “Yang pertama dan paling utama, studi kelayakan (feasibility study) harus dibuka agar publik dapat ikut mengkritisi kajian biaya dan manfaat dari proyek ini,” kata Gibran.
Menurut Gibran, studi kelayakan bukan sekadar dokumen formalitas untuk menjustifikasi sebuah proyek. Untuk itu, publik perlu memastikan agar proyek ini benar-benar layak untuk dilanjutkan. Tujuannya untuk mencegah proyek mangkrak pada saat konstruksi atau tidak teroptimalkan pada saat sudah beroperasi nanti.
Kedua, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dengan rencana pembangunan infrastruktur pendukung agar bandara baru ini nantinya dapat terintegrasi dengan jaringan infrastruktur dan transportasi secara memadai.
“Di Kertajati, bandara sudah jadi, namun infrastruktur pendukung seperti jalan tol belum siap,” terang Gibran.
Untuk itu, koordinasi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, dan pemerintah daerah mutlak diperlukan dan harus dilakukan sejak dini.
Ketiga, terkait pemilihan lokasi, saat ini masih terjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat, meskipun DPRD dan Pemerintah Provinsi Bali telah mengusulkan lokasi pembangunan di Desa Sumberklampok ketimbang di Desa Kubutambahan yang sebelumnya ramai diberitakan.
Selain mempertimbangkan aspirasi masyarakat serta mengkaji kelayakan ekonomi dan investasi, teknis-operasional, dan keselamatan penerbangan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak lingkungan mengingat lokasi ini kemungkinan beririsan dengan Taman Nasional Bali Barat.
“Perlu kajian ekologis agar kelestarian lingkungan tidak dikorbankan demi proyek ini,” imbuh Gibran.
Terakhir, Gibran mengingatkan tingginya potensi mangkrak mengingat pembangunan sama sekali belum dimulai, sementara periode pemerintahan hanya tersisa dua tahun lagi, termasuk tahun politik didalamnya.
“Dua tahun biasanya tidak cukup untuk menyelesaikan proyek besar seperti pembangunan bandara baru sehingga pemerintah harus lebih berhati-hati,” pungkas Gibran.
Sebagai informasi, pembangunan Bandara Bali Utara telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020. (rls)