Mengacu pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, Pemerintah Provinsi Bali mencetuskan Bulan Bahasa Bali yang akan dilaksanakan bulan Februari 2019. Temanya adalah ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali Malarapan Antuk Ngrajegang Bahasa, Aksara lan Sastra Bali’. Dalam Bulan Bahasa Bali nanti, akan diisi beragam kegiatan yang terkait dengan pengembangan dan pelestarian Bahasa Bali seperti festival, lomba, pameran, pertunjukkan, seminar dan kegiatan lainnya.
“Pelaksanaan Bulan Bahasa ini akan dilaksanakan secara menyeluruh di Kabupaten/Kota se-Bali bahkan hingga ke tingkat desa. Setelah pembukaan pada tanggal 1 Februari mendatang, maka dimulai pula beragam kegiatan untuk mendukung pelaksanaan bulan bahasa tersebut,” jelas Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, I Dewa Gede Mahendra Putra, SH., MH., di Denpasar, Senin (28/1).
“Kegiatan ini sebagai bentuk komitmen Pemprov Bali, dimana Bali merupakan pilot project kemajuan dan pembangunan kebudayaan seperti yang selama ini didengungkan,” kata Ketua Panitia Bulan Bahasa Bali Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suarka, M.Hum.
Akademisi dari Universitas Udayana ini juga mengatakan Bahasa Bali bisa tetap eksis dan ajeg dalam perjalanannya mulai dari jaman Bali kuno hingga di jaman modern seperti saat ini. “Kenapa demikian? Karena Bahasa Bali ini punya keunggulan selain Bahasa, juga ada aksara dan sastranya. Pun demikian Bahasa Bali juga punya fungsi integral dalam kehidupan sosial, budaya dan agama orang Bali. Yang dikhawatirkan menurut saya, bukan Bahasa Bali secara umum tapi bagaimana berbahasa Bali yang sesuai anggah-ungguh,” jelasnya. Optimisme dengan eksistensi Bahasa Bali menurut Suarka tak lepas dari ‘sifat’ Bahasa Bali yang terbuka terhadap kata-kata serapan asing sehingga dia senantiasa berkembang. “Ini disebut kruna mider, kata yang berlaku untuk semua tanpa peduli sor singgih,” imbuhnya. (red)