Denpasar (Penabali.com) – Pemilu 2024 ditunda itu sangat inkonstitusional dan sangat jelas melanggar Pasal 22 E ayat 1 UUD 45 dan juga ada Pasal 7 UUD 45 bahwa jabatan seorang presiden itu 5 tahun. Dengan aturan yang seperti itu tidak mungkin ada penundaan Pemilu 2024 karena konstitusi.
Pengamat kebijakan publik, Togar Situmorang, mengatakan dalam hal penundaan harus melalui perubahan atau amandemen UUD 1945. Dengan cara itu maka akan secara legitimasi penundaan Pemilu 2024 sehingga bisa memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Penundaan Pemilu 2024 itu memiliki konsekuensi cukup berat, dengan cara merubah undang-undang yang akan dijadikan dasar hukum penundaan Pemilu. Penundaan Pemilu 2024 berkaitan dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
“Pemilu 2024 ditunda maka akan ada kekosongan pemimpin dan memberikan dampak etika demokrasi tergerus di mata publik serta tidak ada hal yang mendesak. Justru akan berdampak kegaduhan walau dikatakan kondisi ekonomi pun tidak bisa menjadi dasar penundaan Pemilu 2024,” ujar Togar Situmorang, Jumat (04/02/2022).
Presiden Joko Widodo menurut Togar Situmorang, taat konstitusi dan UU dimana Presiden Joko Widodo adalah presiden yang paling dicintai masyarakat dan selalu ingin dekat dengan masyarakat.
“Ini mesti dijaga oleh semua partai pendukung pemerintah agar jangan ada manuver untuk tidak taat konstitusi atas penundaan Pemilu 2024,” tandasnya.
Pria yang juga praktisi hukum kondang ini berharap demokrasi saat ini sudah sangat luar biasa dan tertib hukum juga sangat ditegakkan dengan baik ini karena era Presiden Joko Widodo menjadi contoh pemimpin reformasi.
“Masa jabatan presiden dan wakil presiden ada pembatasan periode hanya dua kali jangan sampai tercederai oleh ulah tokoh politik tertentu dan menghancurkan tatanan demokrasi yang sudah sangat bagus ini sejak runtuh era Soeharto 1998 dan kita tidak mau penundaan Pemilu 2024 bukti reformasi menjadi sia-sia,” ujarnya.
Advokat yang dijuluki Panglima Hukum melihat wacana penundaan itu melanggar konstitusi dan etika demokrasi yang sudah terbangun utuh untuk diingat bahwa pergantian pemimpin itu adalah regulasi yang mesti ditaati sehingga Pemilu lima tahun sekali itu melaksanakan kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin yang dipercaya, bersih, taat hukum serta etika demokrasi.
“Bukan malah menciptakan pemimpin yang otoriter itu akan menghancurkan era reformasi yang sudah diperjuangkan secara berdarah-darah di tahun 1998,” pungkasnya.
Togar Situmorang mengatakan, Pemilu 2024 harus dilaksanakan dan dipersiapkan dengan baik agar lebih berkualitas dari sebelumnya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar dipilih rakyat.
Ia melihat kepercayaan serta kepuasan juga kecintaan masyarakat atas prestasi Joko widodo yang mungkin menjadi pertimbangan para tokoh politik untuk mewacanakan penundaan Pemilu 2024 dan merupakan putusan politik karena presiden dan wakil presiden itu lahir dari kesepakatan politik.
“Penundaan Pemilu 2024 sangat tidak konstitusi dan mencederai amanat UUD 1945 dan demokrasi reformasi walau jujur banyak tokoh besar partai masih menaruh harapan bersama masyarakat Indonesia kepada Pak Joko Widodo karena terbukti tingkat kepuasan dan kinerja yang sangat hebat masih diharapkan menjadi presiden guna meneruskan program era emas pembangunan dimana keputusan politik itu adalah seni dan masyarakat wajib selalu mendukung jangan sampai terprovokasi,” tutup advokat yang punya kantor berjaringan di berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung, dan Bali itu. (rls)