Denpasar (Penabali.com) – Pengacara Wayan Sumardika membeberkan dugaan cacat hukum dalam penetapan kasus korupsi LPD Anturan di Buleleng.
Dalam sesi jumpa pers yang turut disaksikan Ketua LPD Anturan Nyoman Arta Wirawan, Jumat (20/5/2022) di Denpasar, Sumardika menyebut sangkaan penyidik kejaksaan yang menyebut kasus tersebut tidak pidana korupsi, keliru.
Salah satunya dikarenakan penyidik kejaksaan menggunakan hasil audit inspektorat Kabupaten Buleleng sebagai pintu masuk penyelidikan setelah hasil audit dari lembaga independent dari akademisi keluar.
“Hasil auditor inspektorat Kabupaten Buleleng tidak pernah menyebut itu sebagai kerugian negara, ini hanya hasil selisih pencatatan, dan itu adalah opini tidak wajar, hanya penyidiklah yang menyebut itu sebagai kerugian negara,” ungkapnya.
Fakta baru yang juga diungkap Sumardika yakni LPD Anturan hanya dibantung Rp.4,5 juta oleh pemerintah, yakni pada tahun1990 sebanyak Rp.2 juta dan tahun 1992 Rp.2,5 juta. Namun pada hasil audit ditunjukkan sebanyak Rp.151 miliar. Maka dari itu, Sumardika tegas menolak bahwa kasus di LPD Anturan bukan pidana korupsi.
Hal ini tak memenuhi undang-undang tentang korupsi, salah satu poinnya adalah kerugian negara harus dihitung secara nyata dan pasti. Pertama yakni Pasal 1 angka 15 tahun 2021 tentang Undang-undang RI Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Melihat kejanggalan ini, dia mengingatkan agar penyidik bekerja sesuai undang-undang.
“Jangan merasa punya kewenangan, lalu ya, paksa-paksa orang ditarik kasus pidana korupsi,” celetuknya.
Dia juga menolak keterangan Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Bali yang membawa kasus ini ke pidana korupsi supaya dapat merampas asset-aset LPD.
Sementara Kepala LPD Anturan Nyoman Arta Wirawan mengharapkan jaksa untuk membedah lebih jauh terkait transaksi yang pernah terjadi di LPD Anturan mulai dari proses awal hingga transaksi itu muncul. Sehingga menurutnya sangat tidak sesuai dengan fakta.
“Saya menyatakan sangat berkeberatan dijadikan tersangka. Kita sebagai orang Bali, percaya dengan karma, itu kita kaitkan nanti dengan hukum karma. Saya tidak berani berbuat yang merugikan baik material maupun non material,” bebernya.
Wirawan juga membantah jika dirinya disebut memiliki aset di Makasar dan Lombok. Dia berharap keberimbangan dalam pemberitaan terkait persoalan LPD Anturan, khususnya pemberitaan tidak melulu hal negatif dari LPD Anturan dan mengabaikan kontribusi LPD yang juga dinikmati masyarakat.
“Demi Tuhan Yang Maha Kuasa, saya tidak pernah melakukannya, menggelapkan atau menggunakan uang itu, seribu rupiah pun. Tapi di pemberitaan disebut,” tegasnya.
Ia mengatakan pengelolaan LPD tidak dilakukannya seorang diri, namun juga ada karyawan dan pihak lain. Kendati demikian, dirinya berharap kasus ini menjadi pembelajaran bersama. (rls)