Wayan Pusanegara: Badung Jangan Pesimis, Pariwisata Masih Menjanjikan

APBD Badung tahun 2020 mengalami trend pesimis di sektor asumsi. Hal ini menunjukkan pemerintahan monoton dan kurang greget. Mencermati APBD Badung dalam Rancangan KUA dan PPAS tahun 2020, dimana pendapatan dirancang hanya Rp6,8 triliun atau turun 11,95% dari APBD Induk tahun 2019 yang ditetapkan Rp7,7 triliun, menunjukkan adanya trend penurunan asumsi besaran penerimaan daerah yang mestinya harus dirancang naik/optimis, tapi kenapa menjadi pesimis padahal tidak ada asumsi kejadian luar biasa atau force majeure yang mendegradasi pariwisata. Bahkan justru sektor pariwisata menunjukkan trend peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Badung di tahun 2018 ke 2019 sebesar 12% serta peningkatan proyeksi dari tahun 2019 ke 2020.

“Itu artinya ada asumsi pesimistis yang diakibatkan oleh asumsi pendapatan yang tidak mencapai target,” kata tokoh masyarakat Wayan Puspanegara, Minggu (21/7), di Legian, Badung.

Puspenagara juga mengutarakan, sejatinya dalam pengelolaan APBD harusnya asumsinya optimis atau positif, didukung oleh kerja keras yang tidak hanya sekedar kerja keras, inovasi bertumbuh, penguasaan teknologi dan perubahan pola kerja yang lebih efisien, efektif dan produktif.

Khusus di sektor pendapatan masih sangat banyak sumber-sumber yang bisa dimaksimalisasi oleh pemerintah. Seperti pengelolaan jasa biro perjalanan wisata (BPW) yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupatan/Kota sesuai Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang belum digarap dengan maksimal.

“Terbukti sistem penjualan kamar, perjalanan wisata, kuliner, dan ekstra value package yang dikelola secara online maupun offline oleh para agen di Badung belum tersentuh padahal kewenangan jelas ada,” sebut pengamat pariwisata ini.

Sejauh ini kata Puspanegara, sektor pariwisata tumbuh pesat dengan berbagai pembaharuan teknologi dalam sistem dan manajemen digitalisasi dimana tak kurang ada 12 agent BPW online beroperasi di Badung yang belum tersentuh atau sama sekali belum pernah diajak sharing/gathering seperti Traveloka, Agoda, Zuzu, Expedia, R&B, Reed Doorz, Airy Roim, Hotel.com, dan Oyo.

“Padahal mereka sangat mungkin dijaring karena kantor dan operasionalnya ada di Badung,” pungkasnya.

Ia pun memprediksi lebih dari 4,5 juta wisatawan mancanegara yang ke Kabupaten Badung dari 6,5 juta orang tahun 2018 adalah via online yang luput dari kewajiban pajak daerah.

“Mereka harus diajak gathering untuk mendapatkan data ansih system kerja mereka, ini perlu langkah berani,” tegasnya.

Sumber lain yang bisa dimaksimalkan oleh pemerintah adalah masih ditemukan secara empirik ratusan bahkan ribuan sarana akomodasi yang belum mengantongi NPWPD yang tersebar di Kuta Selatan, Kuta, Kuta Utara, dan Mengwi.

“Ini potensi yang sangat besar. Karena sejauh ini disinyalir pemerintah belum memiliki data valid jumlah sarana akomodasi/jumlah kamar di Badung termasuk belum ada cara penghitungan okupansi rata-rata yang akurat,” beber pria yang juga aktif di berbagai organisasi.

Selain itu juga, sarana pariwisata lainya seperti spa, resto, atraksi, house music, dan francise masih belum terdata dengan baik. Jadi asumsi penerimaan di Badung harusnya bisa naik dan dipastikan naik dengan catatan ada kemampuan untuk melakukan diversifikasi, extensifikasi, dan digitalisasi sesuai Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan gerak inovasi.

“Saya optimis APBD 2020 yang diasumsi Rp6,8 triliun bisa diasumsi naik hingga Rp8,5 triliun dari perhitungan pertumbuhan wisman naik 12% year to year, jadi angka APBD tahun 2019 yang ditetapkan Rp7,7 triliun bisa naik 12% menjadi Rp8,5 triliun jika ada langkah greget dari pemerintah Badung,” papar mantan legislator Badung ini. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *