Denpasar (Penabali.com) – Luas Setra Agung Badung, Denpasar ± 9,3 hektar dimana terdapat Setra Bugbug dengan luas ± 40 are yang rencananya akan dibangun genah pengabenan seluas ± 33 are yang lokasinya berada di sisi barat daya (kelod kauh). Genah pengabenan ini tidak di tembok kecuali sisi sebelah selatan dan barat.
“Mengacu pada Awig-Awig Desa Adat Denpasar, pembangunan tempat pengabenan di Setra Bugbug ini digunakan untuk umum yang beragama Hindu,” ujar Bendesa Adat Denpasar, A.A. Ngurah Rai Sudarma, S.H., M.H., kepada awak media, Kamis (02/09/2021).
Didampingi Petajuh Bendesa Adat Denpasar, Kertha Desa dan Sabha Desa, Agung Rai Sudarma menambahkan, pembangunan genah pengabenan ini tidak akan meghilangkan tradisi adat budaya dresta Bali karena tetap nemakai upacara banten, tidak mengurangi makna pengabenannya. Jadi tidak menghilangkan konsep dresta Bali namun justru makin memperkuat tradisi adat budaya Bali.
“Pelaksanaannya tetap memakai dresta padewasan yang tercantum di dalam Awig-Awig Desa Adat Denpasar,” jelasnya.
Sabha Desa, A.A. Putu Gde Wibawa, mengungkapkan rencana pembangunan tempat pengabenan ini telah melalui proses yang cukup panjang, dan dihadapkan banyak tantangan. Agung Wibawa menjelaskan, rencana pembangunan tempat pengabenan ini merupakan program Desa Adat Denpasar yang tertuang dalam program kerja tahun 2019.
Selain itu, dalam rencana pembangunan ini Desa Adat Denpasar juga telah melakukan kajian dari berbagai aspek seperti aspek hukum, dampak terhadap lingkungan, aspek sosial ekonomi, dan tata kelola operasional.

“Pada 8 Mei 2021 Desa Adat Denpasar menggelar paruman agung di Wantilan Pura Dalem Khayangan Badung Desa Adat Denpasar dan menyepakati rencana membangun genah pengabenan untuk dilanjutkan,” katanya.
Pembangunan tempat pengabenan Setra Bugbug memperoleh Dana BKK dari Provinsi Bali melalui Dinas Perkim Kota Denpasar dengan nilai pekerjaan 2,5 miliar rupiah.
Kertha Desa, Wayan Pande Sudirta melalui perwakilannya, Ketut Suteja Kumara, menambahkan Desa Adat Denpasar mewilayahi 105 banjar atau sekitar ± 18.000 warga. Dengan jumlah warga yang cukup besar tersebut Desa Adat Denpasar dihadapkan pada beragam persoalan.
Secara umum kata Suteja Kumara, yang dihadapi krama di Bali juga krama adat Denpasar khususnya adalah biaya pitra yadnya yang cukup tinggi. Maka, tercetus ide dari Prajuru Desa Adat Denpasar untuk membuat tempat pengabenan guna menekan biaya tanpa menghilangkan adat, budaya dan dresta Bali didalam prosesi tersebut.
“Genah pengabenan ini tidak berorientasi profit, yang lebih utama membantu krama kita. Intinya tidak kejar tayang tapi tetap memakai dresta padewasan yang tercantum Awig-Awig Desa Adat Denpasar,” terang Suteja Kumara yang juga Ketua Komisi I DPRD Kota Denpasar. (red)