Hajatan demokrasi nasional lima tahunan tinggal menghitung hari. Seluruh kontestan pemilu baik partai politik, calon legislatif maupun pasangan capres-cawapres beserta tim pemenangan, relawan, dan pendukung telah melewati sejumlah tahapan pemilu. Dalam kontestasi demokrasi ini, perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yang sah-sah saja. Akan menjadi tidak wajar, kalau beda pilihan politik kemudian dijadikan “senjata” untuk memecahbelah, melahirkan konflik horizontal, lalu kemudian melunturkan semangat kebangsaan dan persatuan serta kesatuan.
Karena itu, untuk meminimalisir kerawanan konflik horizontal yang dikhawatirkan terjadi, maka virus-virus perdamaian harus terus dikumandangkan, disebarluaskan, dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Ada kekhawatiran menyangkut Pilpres mendatang di kalangan umat Muslim Bali. Karena itu, sebagai tokoh umat Muslim perlu kiranya melakukan sebuah kegiatan untuk meredam amarah akan berbedanya pilihan politik,” ucap seorang tokoh muslim di Jembrana, Habib Salim Bin Bafaqih, saat acara “Parade Seni Budaya dan Bali Bersholawat III”, Kamis (11/4) kemarin, di Kabupaten Jembrana.
Kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan dan memperkuat semangat nilai-nilai kebangsaan dalam empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kita dalam hidup itu majemuk. Makanya, acara ini dibuat supaya bisa akur satu sama lain. Tidak menimbulkan bentrokan, karena kemerdekaan itu harganya mahal. Sehingga, jangan karena berbeda pilihan politik membuat adanya pengancaman maupun pertengkaran sesama anak bangsa,” pesannya.
Dikatakan, Parade Seni Budaya dan Bali Bersholawat III dilaksanakan di Kabupaten Jembrana, karena di kabupaten ujung barat Pulau Bali ini menjadi sebuah contoh keberagaman. Jembrana lebih majemuk karena terdiri dari kampung Muslim dan Nasrani yang ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu.
“Sebagai generasi penerus memang seharusnya kita merawat Kebhinekaan Tunggal Ika. Dan keberagaman ini, ditularkan ke kaum milenial untuk paham budaya asli dan pengimbangan dengan sholawat, memainkan musik hadra dan pembacaan Al Quran oleh ribuan umat muslim,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Panitia Acara Parade Seni Budaya Bali Bershoalwat III, Bima Moka Jatmika menyebut, konsep visi misi acara ini adalah menonjolkan kebudayaan dan keberagaman agama, di mana semua bisa menyatu dalam satu panggung sebagai simbol bentuk perlawanan terhadap radikalisme yang masih mencoba merongrong NKRI.
Acara kolaborasi ini adalah gagasan dari Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, dengan bersinergi bersama organisasi-organisasi kebangsaan dan keagamaan seperti Jatman PWNU, PCNU Jembrana, FPNKRI, WWW, POSPERA, RTM, dan RPBN.
Parade Seni Budaya dan Bali Bersholawat III menampilkan keseniaan Nusantara seperti Tari Okoan khas Tabanan, Jegog khas Jembrana, Tari Saman khas Aceh, dan penampilan dolpin akustik perwakilan kaum milenial. Selain itu juga ada deklarasi damai dan sholawat serta pembacaan Al Quran, yang diselenggarakan di Gedung Ir. Soekarno, Jalan Utama Denpasar-Gilimanuk, Jembrana.
“Tujuan utamanya, ada beberapa kelompok ingin menghapus budaya leluhur nusantara, dan ada yang menganggap sholawat ini bid’ah. Karena itu, kami ingin menampilkan satu frame, menunjukkan masyarakat luas, bahwa budaya dan agama tidak bisa dipisahkan. Dan itu adalah bentuk tentang kemanusiaan itu sendiri,” papar Bima Moka. (red)